Hari ini adalah hari yang istimewa buat Ahliromansa. Setelah cukup lama tidak pulang ke Jakarta, ahli romansa akhirnya bisa menikmati suasana Jakarta kembali. Menyenangkan sekqai bisa bermain di Jakarta. Keramaiannya, ketidak seragamannya. Yah ada macam-macam dandanan dan gaya, dari yang muka kaya jongos namun tampil dengan baju berharga jutaan rupiah yang dibeli di mall sampai jongos betulan. Ada yang cantik banget tanpa dandan, sampai yang jelek mampus tapi berdandan menor.
Hari ini juga menyenangkan, karena ahliromansa bertemu dengan sahabat ahliromansa yang sudah 3 tahun tidak bertemu. Sahabat ahliromansa ini pergi dari Indonesia karena menempuh pendidikan di luar negri. Namun ketika bertemu kagetlah ahliromansa bahwa dirinya sudah memiliki pacar yang cuantik abizz. Tentu saja Ahliromansa berusaha tampil biasa aja,(untung nggak ketahuan, soalnya emang cantik, nggak dandan/ cantik alami, pakaiannya sederhana dan sorot mata yang menyejukkan) namun teman ahliromansa tidak bisa jaim. Ketika sahabat ahliromansa pergi teman saya mencak-mencak dan berharap pacarnya bisa ditukar secantik pacar sahabat ahli romansa.
Pembaca mungkin sering mengalami masalah tersebut, yang jadi pertanyaan kenapa masalah itu terjadi. Jawaban dari ahli romansa hanya ada dua hal. Konstruksi budaya dan biologis. Pernahkah pembaca melihat iklan-iklan yang ada di televisi. Perhatikanlah dengan seksama. Pertama-tama, bagilah iklan dalam tiga kategori. Kategori produk untuk pria, kategori produk untuk wanita dan yang terakhir produksi untuk kedua jenis kelamin.
Ahli romansa akan membahas dua kategori saja yakni untuk pria dan untuk wanita. Perhatikanlah bahwa hampir semua produk untuk pria dicitrakan untuk memperoleh wanita dan membuat wanita gembira. Sedangkan produk untuk wanita hampir semuanya dicitrakan untuk membuat wanita merasa dirinya “paling”. Entah paling cantik, paling pintar, paling disayang suami bahkan paling asik dan berdaya. Untuk pria, lihat bagaimana konstruksi social dengan agennya yang bernama iklan, membuat pria berhasil mendapatkan perempuan cantik. Sedangkan untuk perempuan iklan dicitrakan untuk membuat perempuan merasa “paling”.
Akibatnya keberhasilan pria dalam social dinilai dengan bagaimana dia mampu mendapatkan seorang wanita yang sangat amat cuantik. Pria merasa bangga dengan keberhasilannya mendapatkan kecantikan dan penuh kemenangan. Kalau pakai pendekatan biologis, maka kejadian ini mewakili gen keturunan bahwa pria itu pemburu. Selama beratus ribu tahun, pria memfokuskan dirinya dalam perburuan gen yang ada itu terbawa hingga saat ini.
Dengan gen pemburu bagaimana pria bisa hidup di dunia urban ini. Perburuan itu yang paling penting adalah menunggu momentum, mengukur jarak dan bertindak. Maka sebagian besar olah raga yang disukai pria adalah sepak bola, golf, balapan dan semua olah raga yang merangkap kebutuhan-kebutuhan mengukur, menciptakan momentum dan bertindak. Ada lagi “olahraga” yang menyerupai itu, yakni mencari perempuan.
Sebagai seorang pemburu menunjukkan keberhasilan berburu merupakan hal yang kedua menyenangkan setelah berburu itu sendiri. Secara gen, hal itu masih terbawa terus hingga saat ini. Perhatikan bagaimana pria suka menyombongkan saat-saat mereka bekerja dan kemudian berhasil. Dengarkan cerita anak-anak pecinta alam, sales, insinyur. Perhatikan cerita dari cowok mereka menyombongkan keberhasilan mereka. Begitu juga dalam hal perempuan, mereka mengarak hasil “buruan” mereka ke lingkungan sosialnya.
Terkadang sebagai seorang pemburu maka timbulah rasa bahwa dirinya mampu untuk menangkap buruan yang terbaik. Wajar saja jika pria merasa mampu tapi tidak dapat menangkap buruan yang sepadan, maka dirinya merasa malu. Nah itulah sebagian dari penjelasan biologis dan konstruksi social, besok Ahliromansa akan bahas dari sisi psikologisnya. Thx buat buat buku kenapa pria diam dan perempuan nggak bisa baca peta.
Best regards,
Ahliromansaa
0 comments so far.
Leave a Reply